Dugaan bahwa Soeharto adalah dalang G30S/PKI sebenarnya baru
mencuat pasca lengsernya Soeharto
dari singgasana kekuasaannya. Karena semua orang tahu kalau pada saat Soeharto masih berkuasa,
jangankan menduga-duga, omong-omong soal PKI saja orang takut.
Pertanyaannya, kenapa hingga hari ini orang masih
menduga, bahkan yang menuduh bahwa Soeharto adalah dalang
peristiwa jahanam itu? Lalu, apakah Soeharto merupakan
dalang G30S/PKI?
Pertanyaan tersebut masih tersimpan juga dalam
kegelapan sejarah. Dugaan atau tuduhan kepada Soeharto masih juga tak
terjawab, sebagaimana halnya dugaan terhadap Soekarno sebagai otak di balik G30S/PKI.
Tuduhan yang paling empuk, iya Letkol Untung
yang kini sudah jadi tanah dalam sejarah Republik ini. Dan anak-anak DN Aidit
Untung hingga kini masih kena stigma yang memilukan itu. Bahkan, anak-anak Pak
Harto juga belum benar-benar merasa nyaman dengan tragedi. Mau bagaimana lagi,
karena semua sudah menjadi sejarah yang sulit dilupakan.
Paparan di bawah ini lebih merupakan cerita versi
Pak Harto yang dikisahkan dan dikutip berbagai media yang kini berseliweran di
mana-mana. Sebagai warna-warni demokrasi, semua seperti bebas menduga, dan
bebas menulis, apa saja yang diinginkannya.
Paparan di bawah ini lebih pada penyaringan atau
disarikan dari ochasaja.blogspot, sebagamana sebagiannya sudah dipaparkan
sebelumnya dengan judul, Kenapa Soeharto Diduga sebagai
Dalang G30S/PKI.
Soeharto menuturkan, bahwa, pada malam tanggal 30
September pukul 21.00 Soeharto
beserta Ibu Tien sedang berada di Rumah Sakit Gatot Subroto untuk menengok anak
bungsunya, Tomy Soeharto
yang tersiram air panas. Kira-kira pukul 22.00 Soeharto sempat
menyaksikan Kolonel Latief berjalan di depan zaal dimana Tomy dirawat.
Pada pukul 00.15 Soeharto meninggalkan
rumah sakit. Kira-kira pukul setengah lima pagi tanggal 1 Oktober, ia
kedatangan seorang kameraman TVRI bernama Hamid. Hamid memberi tahu bahwa ia
mendengar suara tembakan di beberapa tempat. Tetangga nya juga mengabarkan
mendengar suara tembakan bertubi-tubi.
Kemudian datang Broto Kusmardjo dan melaporkan
kabar yang ia akui cukup mengagetkan yaitu mengenai penculikan beberapa Pati
Angkatan Darat. Pukul enam pagi Letkol Sadjiman datang atas perintah Umar
Wirahadikusumah. Ia melaporkan bahwa di sekitar Monas dan Istana banyak pasukan
yang tidaj dikenalnya.
Soeharto pun langsung bertolak menuju Markas
Kostrad. Saat ia melewati Monas, ia mengaku melihat sendiri prajurit-prajurit
yang berjaga di sekitar Monas. Di gedung Kostrad ia mendapat Laporan bahwa Bung
Karno tidak jadi ke istana, tetapi langsung menuju Halim.
Hal ini dapat kita lihat pada ulasan sebelumnya
di Netralnews tentang apa yang dilakukan Soekarno di malam G30S/PKI, sesuai dengan
penuturan Soeparto, pengawal sekaligus sopir pribadi Soekarno.
Pukul 07.00, Soeharto mendengarkan
siaran RRI yang menyiarkan Gerakan 30 September yang dipimpin oleh Letkol Untung.
Pada saat itu ia mengaku kaget dan lansung teringat bahwa Letkol Untung
adalah orang yang dekat dan sering melakukan rapat dengan PKI. Bahkan
menurutnya Letkol
Untung pernah menjadi didikan tokoh PKI, Alimin.
Pada saat itu Soeharto langsung
mengambil tindakan pertama yaitu menyelamatkan batalyon yang dilibatkan dalam
petualangan oleh Letkol
Untung. Pada saat itu Letkol Alo Murtopo dan Brigjen Sabirin Mochtar
melapor pada Soeharto
bahwa Danyon 454 dan Danyon 530 tidak ada di tempat.
Kemudian ia memerintahkan Letkol Ali
Murtopo dan Brigjen Sabirin untuk menyuruh Wadanyon 454 dan 530 menghadap
padanya. Setelah Wadanyon-wadanyon tersebut datang, Soeharto menanyai apa
tugas mereka. Nyaris serempak mereka menjawab mereka bertugas mengamankan
presiden karena akan ada kup dari Dewan Jenderal.
Soeharto sedikit kaget mendengar kata ’kup Dewan
Jenderal’. Kemudian ia memberikan keterangan pada Letkol Ali Murtopo dan
Brigjen Sabirin bahwa pada saat itu Presiden Soekarno tidak berada di istana.
Selain itu ia menegaskan bahwa tidak ada Dewan Jenderal. Yang ada adalah
Wanjakti dan tidak mungkin ada rencana kup karena ia sendiri adalah anggota
Wanjakti.
Ia yakin gerakan Letkol Untung
didalangi oleh PKI. Ia menganggap hal ini sebagai sebuah pemberontakan. Maka ia
memutuskan untuk menghadapinya. Kemudian ia memerintahkan kedua Wadanyon untuk
menyampaikan sarannya kepada seluruh anggota kesatuan mereka serta kepada
komandan batalyon mereka. Dengan demikian Soeharto telah melucuti
kekuatan Untung secara halus.
Pukul 09.15 ia mengadakan rapat staff. Dalam
rapat itu ia memberikan penjelasan mengenai situasi dan siaran RRI pukul tujuh
pagi itu. Ia menegaskan bahwa ia mengenal benar Letkol Aidit
Untung.
Ia menjelaskan pikirannya mengenai pernyataan Letkol Untung bahwa
gerakannya seolah-olah hanya untuk menghadapi apa yang dikatakan Dewan Jenderal
yang akan mengadakan kup sehingga mereka mendahului bertindak dengan menculik
para pimpinan Angkatan Darat.
Menurutnya hal ini bukan sekedar gerakan untuk
menghadapi apa yang dinamakan Dewan Jenderal saja, melainkan lebih jauh untuk
merebut kekuasaan negara secara paksa. Soeharto juga
mengungkapkan pada para asistennya bahwa sebagai prajurit Sapta Marga seharusnya
tidak hanya sekedar mencari keadilan tetapi juga seharusnya merasa terpanggil
untuk menghadapi masalah ini karena yang terancam adalah negara dan
Pancasila.
Di akhir keterangannya ia memutuskan untuk
melawannya. Ia berpendapat bahwa apabila tidak melawan ataupun menghadapinya,
toh mereka akan mati konyol. Jadi akan lebih baik apabila mereka mati membela
negara dan Pancasila.
Setelah Maghrib satuan RPKAD berangkat menyerang
RRI dan TELKOM dipimpin Kapten RPKAD Heru dan Kapten Urip. Sementara Kolonel Sarwo Edhie
menunggu di halaman Kostrad. Pasukan tersebut memasuki RRI dan gedung pusat
TELKOM tanpa perlawanan.
Menurut perkiraannya Anak buah Letkol Untung
telah melarikan diri. Setengah jam kemudian Kolonel Sarwo Edhie
menerima laporan radio bahwa RRI sepenuhnya telah dikuasai. Gedung TELKOM waktu
itu dijaga oleh Pemuda Rakyat yang mengira bahwa pasukan yang datang adalah
rekannya sesama pemberontak sehingga dengan mudah Pemuda Rakyat itu dapat
dilucuti senjatanya.
Soeharto merasa cukup lega karena tidak sebutir
peluru pun dilepaskan. Lalu Brigjen Ibnu Subroto dengan beberapa orang menuju
RRI dengan membawa rekaman pidato Soeharto .
Pidato tersebut berisi tentang penjelasan
peristiwa G/30/S dan himbauan kepada masyarakat untuk tetap tenang dan waspada.
Lewat pidato itu pula ia menjelaskan bahwa ia adalah Pimpinan Sementara
Angkatan Darat. Pada pukul tujuh tepat siaran pidato tersebut dikumandangkan.